Murwa Kala

entah kali ke berapa, entah tahun ke berapa, aku kembali jadi bagian dari sebuah Pagelaran Wayang Kulit Jawa. jika sebelumnya lebih sering kebagian tugas membawakan satu-dua Suluk saja demi meringankan Pak Dhalang, sekali ini jadi enam (dan itu pun lantas berkurang satu akibat Ketakterdugaan yang dihadiahkan Pak Is, heuheuheu) ~3~

menyenangkan ya menyenangkan. deg-degan ya deg-degan. pastinya sih tantangan yang dihadapi lebih dari sekadar ‘harus mampu menahan sergapan kantuk‘ dan ‘duduk manistenang’ *_*

maka apakah kemudian aku berminat belajar menjadi Dhalang? ohooo, tentu saja tidak. aku mencukupkan diri sebagai Penyedia Jasa Layanan Nyuluk saja sudah. apalagi aku belum berhasil menaklukkan 6tertinggi di Ada-ada Hasta Kuswala Alit (dan Suluk itu pula yang kemarin dilewat, tak jadi disuarakan). manalah sopan jika aku gaya-gayaan ~_~

sekarang, akhirnya aku bisa menjalankan ritual Hari Istirahat Tak Terbantahkan. tentunya sambil menunggu waktunya kembali merusuhi lain-lain Pagelaran Sendratari atau Wayang. bukan, yang dicari bukan Ketenaran. itu tak terpikirkan. karena yang terasa, semakin aku tak mengasingkan diri dari Kegiatan-kegiatan bersentuhan Budaya Jawa semacam ini, aku jadi tak pernah kehilangan sosok Bapak dan segala apa yang pernah ingin ditanamkannya padaku sejak mula. ia terus hidup mendampingi perjalananku yang belum ketahuan akhirnya. sesederhana itulah ~_~

(pemotret: Jean Marlon Tahitoe)
(pemotret: Jean Marlon Tahitoe)

mengabdi kepada Akar

“saatnya mengabdi pada Akar” — begitu aku membahasakan keputusanku beberapa hari sebelum Pagelaran Alit Karawitan Soran dan Tembang Suluk Pesisir PSTK ITB dilaksanakan di sebuah Sabtu Malam (22 Maret 2014). sudah bukan rahasia lagi kalau aku menolak latihan hingga berbulan-bulan (malah hampir mencapai setahunan). tidak sedikit yang kecarian, tapi aku tidak tergoyahkan. sampai datang saat aku menyaksikan sendiri Kawan-kawan Kecilku di Kelas Marlin begitu bersemangat menguasai Suwe Ora Jamu bersama seperangkat Gamelan di Laweyan. Angin Bandel ini tiba-tiba macam ingat pulang, macam mendapatkan satu “ting!” agar kembali latihan (nembang) ^_^

(foto dokumentasi Bram Palgunadi untuk TW 43 PSTK ITB)
(foto dokumentasi Bram Palgunadi untuk TW 43 PSTK ITB)

tidak masalah dengan beramai-ramai. tidak masalah pula Purnama sudah telanjur kembali setengah dan terlalu matang. rasanya seperti ada energi besar yang terluapkan. terlebih ketika ditemani aroma Dupa bersama Api Kecil yang membakar, Udara yang sempat tak bergerak, ramai Pepohonan, dan Bintang-bintang yang tak sungkan menampakkan diri agar gemerlap Malam.

ah ya, ada juga beberapa hal yang berhasil membuatku merasa lengkap meski tanpa kehadiran beberapa wajah yang kuinginkan — celoteh dek Rani, senyum dek Fitri, sapa Bram Kecil, centilnya si Nug, luwesnya Bakhti, tidur-tak-terbangunkan si Oziel, gantengnya dek Rasyid, galaunya si Ryan, semuaaaa semua seeeeemua, gaya selebritinya Pak Bram, plus ketambahan satu Bocah Mungil dengan ekspresi paling jujur ketika menerima satu tembang (itu “cincin” membuatnya tidak berkedip entah lewat berapa detik atau menit, lalu tersenyum, dan kemudian tergerak menabuh perangkat Gamelan terdekat dengan bunyi yang anehnya menurutku tidak lari dari notasi).

dan pada akhirnya ketika aku berhasil melewati minggu pertama (Sabtu dan Minggu lalu, 29 dan 30 Maret 2014) sebagai awal kembali seusai membolos begituuuu banyak latihan: terjadi duplikasi rasa senang! ~.~/

aku mulai membiasakan diri hidup beberapa jam sebagai “Ikan” di dalam ruang Sekretariat PSTK ITB yang baru (di Campus Center ITB – Sayap Barat), mulai membiasakan fokus di tengah keriuhramaian super duper ekstra dari berbagai unit kegiatan seni budaya, mulai kembali direkam progress mingguannya oleh Pak Bram. dan hasil pertamanya? emmm, silakan disimak saja. aku berikan link ke akun youtube Pak Bram ya. heuheu.

o iya, FYI: siap-siap tutup kuping di beberapa nada yang ngejuit! jangan lupa! ~3~ lalu FYI lagi: apakah rambut yang mulai memanjang itu tampak berdampak ya? *_*

ahahahaha. cukup. cukup. maaf aku malah mengganggu saja. silakan. silakan berkonsentrasi pada apa yang ingin disimak. doakan saja aku tidak lagi terserang malas latihan yang berlebihan yaaaa ~,~/

padamu aku..

padamu aku datang, menepikan geletar resah dan semacam gigil yang dengan mudah dikenali telah dilahirkan oleh secuil kuatir. betapa aku terlalu pongah untuk berani. betapa aku terlalu yakin menduduki Singgasana Pohon yang masih belum berhenti berjuang bertahan dalam dingin. aku yang kecil apakah telah lupa bahwa aku kecil?

padamu aku datang, membawakan pesan yang telah terjanji akan sampai dalam detikan kirim. betapa aku mengiba pada sedetak Pagi dan meminta dikuatkan Angin. betapa aku berulang terus merayu malu-malu yang tengah menyergap Matahari. betapa aku tak boleh lagi mangkir, menghantarkan kerinduan tujuh purnama Amongraga yang telah dinanti cemas Tambang Raras si Penghidup Hati. aku yang kecil akankah mampu menembus kerapatan Lorong Lintas Dimensi?

padamu aku datang, bersikeras mengabaikan ragam rupa tatapan para Tua-tua Pepohonan juga ketakpedulian Kabut yang tak pernah mau dititah demi selembar Biru Langit penanda geliat gairah. betapa aku terlalu pongah untuk berani. betapa aku terlalu yakin mempercayakan tubuhku pada Singgasana Pohon yang bahkan nyaris tak percaya diri. aku yang kecil bisakah menghangatkanmu demi mengentaskan janji?

padamu aku datang dengan sepenuh-penuh diri. padamu aku datang dengan semegah-megah hati. padamu yang mungkin belum sempat bersiap untuk lebih mempercantik diri.

(foto oleh  Sjuaibun Iljas)
(foto oleh Sjuaibun Iljas)

– – – – – – –
di satu sisi Badan Puncak Patuha, menghadap ke arah Kawah Putih, di duapuluh satu yang jauh lewat dari pertengahan Juli. dipotret Pak Sjuaibun Iljas ketika tengah memenuhi janji melantunkan sepupuh Suluk yang merupakan sebagian kecil dari Serat Centhini untuk Pak Kobayashi (Fendi Siregar). hasil rekam gerak dan suaranya oleh Mas Bongky juga dapat dinikmati di bawah ini.